A Pause, A Break —A New Beginning
Halo! Apa kabar, teman-teman? Semoga baik selalu ya... (Lumayan kagok ternyata nulis post di blog pakai Bahasa Indonesia gini 😆, hahaha). Yah, setelah absen menulis post selama kurang lebih 4-5 bulan, rasa-rasanya bolehlah buat mulai menghadirkan tulisan berbahasa Indonesia di blog ini untuk yang pertama kalinya. Mungkin sudah saatnya, karena sepertinya semua poros di hidup saya belakangan memang sedang bergeser kearah yang baru satu persatu: dari memasuki perjalanan panjang sebuah pernikahan, bertransisi dari ritme pekerjaan lama ke belajar membangun usaha sendiri, hingga yang paling terakhir dan paling bergejolak sepanjang hidup saya: mengetahui bahwa saya akan menjadi seorang Ibu.
Kabar kehamilan saya datang di bulan Agustus, dimana saat itu saya dan Pak Gege lagi lumayan riweuh ngurusin opening TUJUAN, cafe and function space baru yang kami bangun bersama (lebih banyak dia tentunya, saya cuma bantu-bantu dikit aja). Pas lagi ribet itulah sempet nggak nyadar kalo sebenernya saya udah telat menstruasi. Kebetulan punnn saya sendiri sebenernya juga bukan tipe yang ngitungin jadwal menstruasi, meskipun di henpon tetep nyatet periode saat datang bulan secara rutin (ada aplikasinya, yang saya pake nyatet namanya FLO btw, bisa buat menghitung masa subur juga semisal emang pengen mempersiapkan kehamilan). Sampai akhirnya suatu hari di akhir Agustus saya berasa nggak enak badan. Biasanya memang kalo lagi mau 'dapet' rasanya mirip-mirip mau masuk angin gitu. Jadi keingetanlah untuk ngecek Flo, udah mau dapet kali ya, pikir saya. Ternyata udah telat seminggu tuh jadwal menstruasinya. Sama si aplikasi Flo udah ditanyain juga, ada tulisan gede "Are you pregnant?" gitu nongol di layar HP 😂😂😂 Soalnya juga memang selama ini kebetulan siklus menstruasi saya selalu stabil dan rutin, makanya si aplikasi bisa langsung nebak kali ya. Dan memang berkat ngecek kalender itulah saya sadar bahwa ada kemungkinan saya hamil. Keesokan harinya saya sama Pak Gege ngecek pakai testpack dan hasilnya positif. Percayalah, waktu liat hasilnya positif perasaannya masih deg-degan karena merasa masih ada kemungkinan hasil tesnya salah... jadi kami memutuskan langsung cek USG ke dokter di rumah sakit.
Saat dokter menyatakan rahim saya udah membesar dan janin kecil sudah nampak samar-samar, saat itulah kami berdua baru mulai merasakan serangan emosi yang sayup-sayup meledak di dalam hati. Nggak pakai nangis, nggak pakai ketawa kenceng-kenceng, hanya larut dalam senyuman tanpa kata-kata. We're going to be parents.
Hal pertama yang saya dan Pak Gege lakukan setelah tahu soal kabar kehamilan adalah berusaha mengendapkan gejolak emosi kami masing-masing. Cukup meluap ya, karena ini kehamilan pertama, masih begitu banyak pertanyaan dan perasaan ini-itu yang campur aduk. Yang jelas kami berdua langsung berdoa. Bersyukur pada yang Maha Kuasa. Puji Tuhan, atas karunia-Nya. Menjadi orang tua adalah tantangan dan tanggung jawab yang harus benar-benar kami sadari betul, mengingat perjalanannya pasti tidak semudah yang kami bayangkan. Tapi jauh di lubuk hati ada rasa familiar yang menjalar ke sekujur tubuh saya, mengatakan: saya akan baik-baik saja. Ada jutaan wanita sebelum saya yang melewati proses kehamilan dan membesarkan anak-anak mereka hingga dewasa. Saya pasti akan baik-baik saja. Kalimat afirmasi yang sederhana tapi menenangkan.
Hal kedua yang saya dan Pak Gege putuskan bersama adalah, untuk membatasi kabar kehamilan ini supaya fokusnya tetap antara kami berdua dan anggota keluarga dekat saja hingga sementara waktu. Karena masih banyak yang harus kami pelajari. Masih ada berbagai hal yang menjadi misteri dan harus kami persiapkan matang-matang. Dua bulan pertama hanya sahabat terdekat dan keluarga besar saja yang tahu soal saya hamil, dan rasanya tenaaaaang banget. Saya memutuskan buat off dari Instagram, nggak sepenuhnya tapi cukup dominan, supaya bisa lebih banyak istirahat dan baca-baca buku, cari ilmu soal kondisi saya sendiri. Selain itu saya juga punya naskah buku yang harus diselesaikan, jadi distraksi sosial media harus dieliminasi juga. Ternyata saat kita menjalani hidup dengan ritme yang lebih lambat, ada banyak ruang untuk bernapas. Untuk menelaah lebih pelan, untuk nggak buru-buru dalam mengambil keputusan. Kesepian, nggak? Surprisingly, not at all. Selain sadar betul bahwa jiwa saya seakan sudah 'terbelah' untuk si kecil di dalam kandungan, saya juga merasa sudah saatnya saya berdamai dengan kesendirian. Dalam sepi dan sendiri, kita bisa menemukan teman. Ada juga memang, emosi yang datang dalam bentuk kegelisahan dan resah, tapi nggak menakutkan kok. Nanti saya tulis di post berikutnya ya.
Hal ketiga dan terakhir, yang menjadi salah satu hal penting yang saya putuskan di awal kehamilan, adalah untuk berjanji pada diri saya sendiri bahwa dalam proses mempersiapkan diri jadi seorang Ibu, saya juga akan terus mempersiapkan diri untuk tetap jadi seorang Clara. Untuk tetap jadi seorang Epoy; seorang perempuan yang seutuhnya dirinya. Salah satu sharing berharga yang saya dapatkan dari Mama saya adalah mengenai bagaimana dulu, saat beliau menikah dan hamil di usia relatif muda (20 tahun), ada perasaan "kehilangan" jati dirinya sebagai seorang Vivi (nama Ibu saya). Dia larut dalam kegembiraannya menjadi seorang istri dan seorang Ibu. Baru setelah kelahiran anak kedua dia menyadari kerinduan mendalamnya terhadap hal-hal yang menjadikannya dirinya sendiri, misalnya mengejar karir yang dia suka atau menyempatkan diri untuk punya waktu dengan teman serta sahabatnya. Menurut Mama saya, lebih susah menemukan passion-nya yang hilang di balik rutinitas menjadi istri dan ibu, dibandingkan menyadari bahwa dengan persiapan dan kejelian di awal, bisa kok kita tetap menjaga semuanya supaya seimbang. Bisa kok, kita nggak kehilangan identitas kita sebelumnya, dan malah justru diperkaya dengan status baru kita. Dengan berusaha menjadi istri yang baik, menjadi ibu yang bertanggungjawab, dan tetap menjadi diri kita sendiri yang bahagia sebagai sumber kekuatannya. Menjadi diri kita yang tahu betul kesukaan dan hobi kita apa, sesekali menghabiskan waktu dengan sahabat kita, tahu caranya bersenang-senang di kala senggang, bisa terus jatuh cinta dengan pasangan kita, bisa merawat jasmani dan rohani kita dengan sukacita.
I told my Mom I will not lose myself in this new journey, I will bring myself along with me throughout the adventure. I promise to myself: I will not forget to take care of her, too.
Dua tahun terakhir ini, begitu cepatnya terjadi perubahan di hidup saya yang nggak disangka-sangka. Kadang kalo dipikir kok kayak ngebut amat yaa ini semuanyaaa 😄 Tapi kehamilan ini terasa bagaikan sebuah jeda atas segalanya. Saya melaju, tapi juga mengambil jarak; sesekali bisa diam dan menatap kiri kanan sambil menghela napas. Saya beristirahat, sambil tidak berdiam diri. Surreal rasanya, tapi juga sangat nyata. Senyata jemari saya yang mengetik tulisan ini sekarang, senyata lirikan mata kalian saat membaca kata-kata ini.
Setelah menunda berita baik ini sekian lama, sudah saatnya saya lebih banyak berbagi lagi disini. Blog ini udah kayak rumah soalnya, beneran deh —kemanapun saya pergi, sesibuk apapun aktivitas diluar sana, rasanya aneh kalo nggak kembali. Jadi, teman-teman dan pembaca yang tersayang, terima kasih sudah selalu hadir dalam setiap cerita yang saya tuangkan disini ya... Mulai sekarang postingan akan hadir bergantian dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Semoga apapun bahasanya, kita bisa selalu saling menemani satu sama lain lewat kata-kata dan rasa. Mohon doanya untuk perjalanan baru yang saya mulai ini ya!
Sampai jumpa di cerita berikutnya. ♥